Al Habib Hamid Naufal Bin 'Alwy AlKaff
Senin, 16 Juli 2012
Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki Sepuluh Keutamaan orang-orang yang berpuasa
Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki atau yang akrab dipanggil Abuya ini adalah salah seorang ulama kenamaan dari Timur-Tengah, khususnya di Arab Saudi. Karisma besarnya tidak hanya berhenti di sana tapi sudah masuk ke Asia lebih-lebih di tanah air. Murid-muridnya bertebaran di perbagai penjuru nusantra meramaikan lalu-lintas dakwah dengan ilmu-ilmu yang berkualitas. Di Malang sendiri sederet ulama terkemuka lahir dari tangan dinginnya, di antaranya, Habib Shaleh Al Aydarus, Habib Muhammad bin Idrus Al Haddad, Ustadz Husain Abdullah Abdun, dan masih banyak lagi.
Di musim haji kediaman Abuya ramai dikunjungi oleh para jamaah haji guna bertamu dan mengalap barakah dari beliau. Tak jarang beliau memberi uang dan kitab-kitab sebagai oleh-oleh untuk mereka. Kedekatannya dengan ulama tanah air sendiri merupakan warisan ayahnya Sayyid Alwi bin Abbas Al Maliki yang pada masa hidupnya aktif mengajar para santri dari Indonesia. KH. Hasyim Asyari salah satunya.
Kecerdasan Abuya yang luar biasa menempatkan beliau sebagai ulama top yang banyak dirujuk oleh ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah dari seluruh dunia. Tidak berlebihan kiranya bila beliau dinobatkan sebagai ulama sekaligus Imam Ahlus Sunnah wal Jama`ah abad 21 meski beliau menetap di negara berhaluan konservatif (Wahabi) .
Kedalaman ilmunya memang sudah tidak terbantahkan. Ilmu Hadits dan Sirah (sejarah) adalah dua ilmu yang sangat dikuasai olehnya. Dari tangannya lahir sejumlah karya brilian yang banyak diajarkan, dikutip oleh para dai, khatib dan diteliti oleh para ahli, mulai santri hingga mahasiswa. Karya-karya Abuya yng ditinggalkan sebagai warisan intelektual untuk umat sangat banyak, antara lain Mafâhîm Yajibu an Tushahhah, Abwâbul Faraj, Al Manhalul Latîf, Khasâisul Ummatil Muhammadiyah, Al Qawâid Al Asasiyyah fi Ulûmil Qur`ân, Wahuwa fil Ufuqil A`lâ, Târîkhul Hawâdits an Nabawiyyah, Syarhu Mandzûmatil Waraqât, Qul Hâdzihi Sabilî.
Abuya mendapat perhatian yang besar dari umat Islam karena kejeliannya menangkap beberapa keutamaan-keutamaan umat Nabi Muhamad dibanding umat-umat terdahulu. Usahanya menguak kemuliaan orang-orang yang berpuasa dari umat Muhammad terlihat nyata dalam pembahasan pada salah satu kitabnya yang terkenal, Khasâisul Ummatil Muhammadiyah. Beliau mencoba membuat ringkasan rapi tentang puasa bertitik tolak dari Al Quran dan As Sunnah.
Abuya menorehkan sepuluh keutamaan orang-orang yang berpuasa yang ada pada umat ini.
Pertama, Allah memberikan keistimewaan kepada umat yang berpuasa dengan menyediakan satu pintu khusus di surga yang dinamai Al Rayyan. Pintu surga Al Rayyan ini hanya disediakan bagi umat yang berpuasa. Kata Nabi dalam satu haditsnya, pintu Rayyan hanya diperuntukkan bagi orang-orang berpuasa, bukan untuk lainnya. Bila pintu tersebut sudah dimasuki oleh seluruh rombongan ahli puasa Ramadhan, maka tak ada lagi yang boleh masuk ke dalamnya. (HR. Ahmad dan Bukhari-Muslim)
Kedua, Allah telah mengfungsikan puasa umat Nabi Muhammad saw sebagai benteng yang kokoh dari siksa api neraka sekaligus tirai penghalang dari godaan hawa nafsu. Dalam hal ini Rasul bersabda, “Puasa (Ramadhan) merupakan perisai dan benteng yang kokoh dari siksa api neraka.” (HR. Ahmad dan Al Baihaqi). Rasul menambahkan pula bahwa puasa yang berfungsi sebagai perisai itu layaknya perisai dalam kancah peperangan selama tidak dinodai oleh kedustaan dan pergunjingan. (HR. Ahmad, An Nasa`i, dan Ibnu Majah).
Ketiga, Allah memberikan keistimewaan kepada ahli puasa dengan menjadikan bau mulutnya itu lebih harum dari minyak misik. Sehingga Rasul bertutur demikian, “Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih semerbak di sisi Allah dari bau minyak misik.”
Keempat, Allah memberikan dua kebahagiaan bagi ahli puasa yaitu bahagia saat berbuka dan pada saat bertemu dengan Allah kelak. Orang yang berpuasa dalam santapan bukanya meluapkan rasa syukurnya dimana bersyukur termasuk salah satu ibadah dan dzikir. Syukur yang terungkap dalam kebahagiaan karena telah diberi kemampuan oleh Allah untuk menyempurnakan puasa di hari tersebut sekaligus berbahagia atas janji pahala yang besar dari-Nya. “Orang yang berpuasa mempunyai dua kebahagiaan. Yaitu berbahagia kala berbuka dan kala bertemu Allah,” kata Rasul dalam hadits riwayat imam Muslim.
Kelima, puasa telah dijadikan oleh Allah sebagai medan untuk menempa kesehatan dan kesembuhan dari beragam penyakit. “Berpuasalah kalian, niscaya kalian akan sehat.” (HR. Ibnu Sunni dan Abu Nu`aim).
Abuya menegaskan bahwa rahasia kesehatan di balik ibadah puasa adalah bahwa puasa menempah tubuh kita untuk melumatkan racun-racun yang mengendap dalam tubuh dan mengosongkan materi-materi kotor lainnya dari dalam tubuh.
Menurut kerangka berpikir Abuya, puasa ialah fasilitas kesehatan bagi seorang hamba guna meningkatkan kadar ketaqwaan yang merupakan tujuan utama puasa itu sendiri. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Qs. Al Baqarah: 183).
Keenam, keutamaan berikutnya yang Allah berikan kepada ahli puasa adalah dengan menjauhkan wajahnya dari siksa api neraka. Matanya tak akan sampai melihat pawai arak-arakan neraka dalam bentuk apapun juga. Rasul yang mulia berkata demikian, “Barangsiapa berpuasa satu hari demi di jalan Allah, dijauhkan wajahnya dari api neraka sebanyak (jarak) tujuh puluh musim.” (HR. Ahmad, Bukhari-Muslim, dan Nasa`i).
Ketujuh, dalam Al Quran Allah berfirman, “Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji, yang melawat, yang ruku’, yang sujud, yang menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu.” (Qs. At Taubah: 112).
Sebagian ulama ahli tafsir menerangkan bahwa orang –orang yang melawat (As Saihuun) pada ayat tersebut adalah orang yang berpuasa sebab mereka melakukan lawatan (kunjungan) ke Allah. Makna lawatan, tegas Abuya, di sini adalah bahwa puasa merupakan penyebab mereka (orang yang berpuasa) bisa sampai kepada Allah. Lawatan ke Allah ditandai dengan meninggalkan seluruh kebiasaan yang selama ini dilakoni (makan, minum, mendatangi istri di siang hari) serta menahan diri dari rasa lapar dan dahaga.
Sembari mengutip Al Quran pula, Abuya mencoba menganalisa surah Az Zumar ayat 10: “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” Kata Al Maliki, orang-orang yang bersabarlah maksudnya adalah orang yang berpuasa sebab puasa adalah nama lain dari sabar. Di saat berpuasalah, orang-orang yang bersabar (dalam beribadah puasa) memperoleh ganjaran dan pahala yang tak terhitung banyaknya dari Dzat Yang Maha Pemberi, Allah swt.
Kedelapan, di saat puasa inilah Allah memberi keistemewaan dengan menjadikan segala aktifitas orang yang berpuasa sebagai ibadah dan ketaatan kepada-Nya. Karenanya, orang yang berpuasa dan ia meninggalkan ucapan yang tidak berguna (diam) adalah ibadah serta tidurnya dengan tujuan agar kuat dalam melaksanakan ketaatan di jalan-Nya juga ibadah. Dalam satu hadits riwayat Ibnu Mundih dinyatakan, “Diamnya orang yang berpuasa adalah tasbih, tidurnya merupakan ibadah, dan doanya akan dikabulkan, serta perbuatannya akan dilipatgandakan (pahalanya).”
Kesembilan, di antara cara yang Allah kenakan dalam memuliakan orang yang berpuasa, bahwa Allah menjadikan orang yang memberi makan berbuka puasa pahalanya sama persis dengan orang yang berpuasa itu sendiri meski dengan sepotong roti atau seteguk air. Dalam satu riwayat Nabi bertutur seseorang yang memberi makan orang yang puasa dari hasil yang halal, akan dimintakan ampunan oleh malaikat pada malam-malam Ramadhan…… meski hanya seteguk air. (Hr. Abu Ya`la).
Kesepuluh, orang yang berbuka puasa dengan berjamaah demi melihat keagungan puasa, maka para malaikat akan bershalawat (memintakan ampunan) baginya.
Langganan:
Postingan (Atom)